Orkestrasi Perang Gengsi

Perjalanan merupakan catatan itu sendiri. Saya mau berbagi mengenai pelajaran dari Dusun Cetho, Desa Gumeng, Jenawi, Karanganyar.

Dok pribadi 

Bersama bung Reza a.k.a Ken saya berkunjung ke rumah salah satu pelaku seni, seorang relawan, dan juga seorang pemerhati sejarah yaitu bung Agung Setiyono guna kepentingan belajar dan berbagi dari beliau.

Bagi saya pribadi setiap bertemu atau bermain bersama seseorang merupakan proses mendalami perjalanan untuk bekal kehidupan dimasa mendatang.

Bung Agung berbagi mengenai betapa indahnya kehidupan bila tidak terkekang kehidupan masa kini yang seakan berujung pangkal pada materi. Disisi lain leluhur kita telah menanamkan modal cara bertahan hidup melalui tiga hal, ialah manusia dengan tuhan, manusia dengan alam, manusia dengan manusia. Lantas tidakkah sudah kompleks konteks pembelajaran masa silam dari leluhur untuk melewati perjalanan yang bernama kehidupan tersebut.

Membayangkan kehidupan yang berlandaskan materi memang sangat riskan dengan istilah gengsi, sirik, dan berburuk sangka kepada orang lain. Misalnya saja ketika tetangga kita memiliki kendaraan baru disitu banyak orang membicarakan kemampuan berbelanjanya  dan orang yang membicarakan pasti merelakan waktunya untuk mencari cara instan dengan menggadaikan sertifikat guna mencairkan sedikit uang. Lalu ketika ia bekerja hanya berfikir untuk melunasi utangnya ia rela mengorbankan waktu dan tenaga dengan gaji yang tak seberapa demi kepentingan mengembalikan sertifikat tanah tadi begitu tidak mampu menyisihkan rezeki guna menabung guna urusan lainnya.

Bila diulur dari pembelajaran leluhur sebetulnya hidup memang sangat sederhana. Misalnya ketika seorang yang mengaku bertuhan begitu menjalani kehidupan spiritualnya ia tidak memaksakan keyakinannya pada orang lain tetapi menjalankan perilaku yang mencerminkan cinta kasih dalam kesehariannya. Begitu ketika alam telah menyediakan segalanya sepatutnya seorang itu mengambil kebutuhan dari alam sesuai kebutuhannya saja tidak perlu berlebih guna kepentingan keuntungan semata. Lantas yang terakhir ketika seseorang menebar senyum pada orang lain, berbagi hal hal positif dengan kemampuannya bukankah itu suatu hal yang mulia.

Dari tiga hal tersebut proses memang sungguh sederhana. Katakanlah seorang petani sedang beristirahat disebuah gubuk menikmati seduhan kopi istrinya sembari mengisap ekstrak tembakau dan cengkeh sungguh nikmat hidup petani itu. Berikut ketika seorang yang mengejar materi demi persaingan gengsinya setiap hari hidupnya berjalan monoton dan memikirkan kekurangannya saja bukankah itu mempertanyakan kuasa semesta.

Pelajaran yang saya ambil dari hal hal itu yakni dimasa silam telah mengajarkan bagaimana caranya menikmati hidup dengan cara kita sendiri, bukan karena tuntutan materi.

Terimakasih bung Reza dan bung Agung telah berbagi sedikit pengalaman dan pandangannya terhadap menghargai waktu. Suksma 🙏 Rahayu 🙏.

Alang - Alang 

Komentar

Postingan Populer