Suara Berasa



Suara-suara itu mengerling ditelinga, memaksa sukma memfilter makna dengan apa yang Ia percaya.



Lambat laun cakrawala mulai menghitam berganti mesranya bintang dan bulan. Ke-elokan senja perlahan berurai dengan kelap-kelip bintang. Reda sedang bersenandung dengan puisi yang pernah ditulisnya. Membayangan perjalanan yang pernah Ia lalui. Kopi dan sisa rokok ecerannya tadi pagi mengajaknya memasuki ruang imajinasinya. Seharian Ia mendengarkan beberapa opini tentang apa yang pernah ia curhatkan pada beberapa kawannya.

“Aku adalah arti dalam bagianku sendiri, kamu adalah pesan dalam setiap harapan.” Gumam Reda.

Tanpa perintah tangan reda mulai mengetik dicatatan gadgetnya.

Kesunyian seringkali membuatku terenyuh
Rekaan-rekaan imajinasiku semakin menumbuh
Mentransfusi tiap cerita yang ku dengar agar tak salah
Barangkali aku sedang marah

Reda baru sadar setelah membaca tulisannya. Ternyata, Ia sedang marah. Perasaanya sedang tak tau arah. Bahkan kepada siapa ia marah juga tidak jelas. Sembari menyesap kopi ia mulai menyadari dan kembali membuka telfon genggamnya lalu mengetik lagi

Kita adalah ruang sunyi yang kucipta
Kubuat sendiri alur dan maknanya
Sudah sampai mana bahkan ku lupa
aku tersadar aku cukup menjadi aku
tak perlu menjadi lakon yang kucipta
Nona, Aku sedang baik baik saja

Jelas sudah. Karena cerita Reda tak menjadi dirinya. Ia juga mereka-reka siapa yang salah. Sunyi mampu melepaskan keresahannya.

Alang-alang

Komentar

Postingan Populer